Ketika Kebijakan Sekolah Mengabaikan Kesejahteraan Siswa: Studi Kasus Sekolah Pukul 5 Pagi di NTT
Oleh Krisna Santosa | 2209092 | RPL - 2B
Pendidikan merupakan hal esensial di dalam kehidupan, bahkan setiap hari manusia melakukan aktivitas yang dinamakan dengan pendidikan. Dalam arti luas, pendidikan adalah proses mencari atau mendapatkan hal baru yang bermanfaat bagi diri sendiri, lingkungan maupun orang lain. Hal baru ini biasa disebut dengan pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut, arti pengetahuan adalah segala sesuatu yang didapatkan dari proses belajar atau pengalaman. Sederhananya Pendidikan adalah proses mencari pengetahuan, dan pengetahuan itu sendiri adalah segala sesuatu yang didapatkan dari proses belajar atau pengalaman.
Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, pendidikan dapat diartikan sebagai proses belajar mengajar yang dilakukan oleh dua subjek yaitu pengajar dan pelajar (sekaligus objek pendidikan) sebagai suatu proses untuk memanusiakan manusia, artinya pengajar mendidik pelajar agar menjadi manusia yang terdidik atau memiliki ilmu. Hal ini sesuai dengan definisi dari manusia yaitu insan yang berakal dan berilmu. Dalam pengertian lain, pendidikan berarti mengajarkan seseorang dari yang awalnya tidak bisa menjadi bisa, tidak paham menjadi paham, dan tidak mampu menjadi mampu (Pristiwanti et al., n.d.).
Menurut (Alpian et al., 2019) setiap orang memperoleh pendidikan pertamanya dari tiga lingkungan yang berbeda, yakni keluarga sebagai pendidikan informal, sekolah sebagai pendidikan formal, dan masyarakat sebagai pendidikan nonformal. Pendidikan informal adalah proses belajar yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari sejak lahir hingga meninggal. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan informal berlangsung sepanjang hayat dan sangat dipengaruhi oleh peran keluarga, khususnya orang tua. Pola asuh merupakan salah satu komponen penting dalam mendidik anak, sekali saja pola asuh yang diberikan kepada anak salah, maka akan berdampak besar bagi hidup anak tersebut.
Seperti dalam kasus guru bertanya kepada siswa-siswinya "Apakah ada yang ingin ditanyakan?", siswa-siswi tersebut hanya diam, tidak ada sepatah katapun keluar dari mulut mereka. Hal ini disebabkan oleh pola asuh orang tua yang mudah menghakimi anak-anak mereka ketika membuat kesalahan sehingga anak- anaknya takut untuk berbicara, takut mengemukakan pendapat, bahkan takut dalam mengambil keputusan. Alih-alih memberikan pelajaran kepada mereka, justru hal tersebut dapat merusak karakter anak anaknya. Maka dari itu, peran keluarga sangat penting dalam praktik pendidikan.
Sekolah memegang peranan penting sebagai lembaga formal dalam mendidik anak. Tidak hanya itu, sekolah bertanggung jawab untuk menyediakan sarana diskusi antara guru dengan peserta didik dalam melaksanakan pengajaran dan mendapatkan pelajaran. Peran guru sebagai pengajar tidak hanya menyampaikan materi sebagai bentuk pengajaran semata, tetapi guru juga bertugas untuk membina dan membimbing anak didik mereka agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan dewasa. Hal ini menjadi tugas sekaligus tantangan bagi guru dalam memberikan materi pelajaran yang menarik minat anak agar tidak mudah bosan atau merasa materi tersebut tidak berharga. Dengan cara ini, seluruh aspek kepribadian anak akan berkembang dengan baik.
Pentingnya pendidikan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta membangun dan memperkokoh martabat bangsa menjadikan pendidikan sebagai tugas moral yang sangat berat. Pemerintah harus memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai masalah dalam meningkatkan mutu pendidikan, baik dari tingkat dasar, menengah, hingga tinggi. Menurut UUD 1945 Bab XIII tentang pendidikan pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”, hal ini menyatakan bahwa negara telah menjamin hak warga negaranya dalam mendapatkan pengajaran secara formal di sekolah. Untuk itu, pemerintah sebagai pemegang kepentingan harus menyediakan sarana yang mendukung untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan mengalokasikan anggaran yang cukup dalam membangun dan menyejahterakan pendidikan di daerah masing-masing. Serta membuat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan usaha meningkatkan mutu pendidikan.
Namun, baru-baru ini pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT) mengeluarkan kebijakan terkait sekolah pukul 05.00 pagi yang mengakibatkanmuncul banyak kontroversi setelahnya. Jika ditelaah lebih dalam lagi, pemerintah NTT terutama Gubernur yang mencetuskan kebijakan tersebut beralasan bahwa program sekolah pukul 5 pagi merupakan upaya untuk menekankan sikap kedisiplinan siswa. Saat berpidato dalam acara pembukaan Persidangan Majelis Sinode GMIT ke-50 di Aula GMIT Centre Kupang, Viktor Bungtilu Laiskodat selaku Gubernur NTT menjelaskan terkait anggaran pendidikan yang disalurkan untuk kebutuhan pendidikan lebih dari 20% yaitu sekitar 49-50%. Hal ini bertentangan dengan Undang-undang yang menyebutkan bahwa anggaran untuk pendidikan paling banyak 20% .
Menurut kacamata Viktor Laiskodat, pelajar di daerah NTT masih kurang banyak dalam menorehkan prestasi meskipun anggaran biaya yang dikeluarkan sangat besar, bahkan melebihi ketentuan yang berlaku. Atas dasar kekecewaan tersebut, Viktor memberlakukan sekolah pukul 5 pagi dalam rangka menciptakan sekolah unggulan agar para pelajar di sekolah tersebut dapat menorehkan prestasi dengan baik seperti melanjutkan studi ke Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gajah Mada (UGM) yang menjadi universitas ternama di Indonesia. Bahkan lebih jauh lagi, Viktor berharap ada pelajar yang melanjutkan studi ke Luar Negeri dapat terwujud dengan adanya program sekolah pukul 5 pagi.
Namun, pemberlakuan program tersebut tidak berjalan dengan lancar, ada banyak kontroversi yang terjadi. Argumen Pro dan Kontra bertebaran di mana- mana. Bahkan orang tua dari pelajar pun tidak menerima kebijakan tersebut, karena program tersebut sangat menyulitkan. Bayangkan saja jika setiap ibu rumah tangga harus mempersiapkan barang bawaan anak-anaknya untuk sekolah dari sejak pukul 2 pagi, menyiapkan sarapan, dan lain sebagainya. Hal ini justru membawa permasalahan baru yaitu pola tidur pelajar dan orang tua menjadi terganggu, otomatis kesehatan fisik dan mental dipertaruhkan.
Viktor Bungtilu Laiskodat menjunjung tinggi kedisiplinan, tetapi beliau sendiri tidak disiplin dengan aturan yang sudah diberlakukan oleh Undang-undang yaitu dalam hal anggaran untuk pendidikan. Definisi dari disiplin sendiri adalah bukan tentang waktu, melainkan tentang bagaimana seseorang mematuhi aturan yang sudah ada sebagai tanggung jawab yang harus diindahkan. Sebagai contoh, apabila sekolah mengeluarkan kebijakan masuk pukul 7 pagi, maka setiap wargasekolah wajib mematuhi aturan tersebut, jika tidak maka warga sekolah yang melanggar disebut dengan orang yang tidak disiplin. Jadi, pukul berapa pun kebijakan masuk sekolah diberlakukan, setiap warga sekolah wajib mematuhinya, itulah yang disebut dengan disiplin.
Gubernur NTT juga tidak disiplin dalam hal kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja memerlukan waktu tidur yang lebih lama dan cenderung tertidur lebih larut pada malam hari, sehingga jam belajar yang dimulai terlalu dini dapat mengurangi jumlah waktu tidur dan kualitas tidur siswa (Meltzer & Mindell, 2007). Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan dan kinerja akademik mereka. Oleh karena itu, penting bagi sekolah dan pemerintah untuk mempertimbangkan penjadwalan sekolah yang lebih baik dan menyesuaikan jam belajar siswa agar mereka mendapatkan jumlah waktu tidur yang cukup dengan kualitas tidur yang baik pula. Menurut (National Sleep Foundation, 2021) kualitas tidur yang baik pada remaja dan orang dewasa memiliki beberapa perbedaan. Remaja membutuhkan waktu tidur yang lebih lama daripada orang dewasa, yaitu sekitar 8-10 jam per malam. Selain itu, remaja cenderung mengalami perubahan pola tidur.
Kebijakan masuk sekolah pukul 5 pagi memiliki tujuan yang mulia, bahkan sangat inovatif dalam memperbaiki dan mengembangkan sistem pendidikan di daerah tersebut. Tetapi, di sisi lain ada hal yang lebih penting dibandingkan dengan memperbaiki sistem tersebut, yaitu memenuhi kesejahteraan siswa. Meskipun kebijakan tersebut akhirnya berubah menjadi pukul 5.30, tetap saja pemerintah selaku badan yang bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas pendidikan harus mempertimbangkan kembali aspek lain yang dapat memengaruhi keberlangsungan pendidikan itu sendiri, khususnya kesejahteraan siswa. Sebab, pendidikan yang berkualitas harus ditempuh melalui lingkungan yang sehat dan nyaman bagi siswa.
Daftar Pustaka
Alpian, Y., Wulan Anggraeni, S., Wiharti, U., & Maratos Soleha, N. (2019). Pentingnya Pendidikan Bagi Manusia.
Meltzer, L. J., & Mindell, J. A. (2007). Relationship between child sleep disturbances and maternal sleep, mood, and parenting stress: A pilot study. Journal of Family Psychology, 21(1), 67 73. https://doi.org/10.1037/0893-3200.21.1.67
National Sleep Foundation. (2021). How Much Sleep Do We Really Need? Sleep Foundation. https://www.sleepfoundation.org/how sleep-works/how-much-sleep-do-we-really-need
Pristiwanti, D., Badariah, B., Hidayat, S., & Sari Dewi, R. (n.d.). Pengertian Pendidikan (Vol. 4).